“kampanye politik adalah periode
yang diberikan oleh panitia pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik
maupun perseorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi
opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara kepada
mereka sewaktu pencoblosan” (Lilleker & Negrine, 2000).
Selama
ini banyak kalangan yang hanya mengartikan kampanye politik sebagai kampanye
pemilu. Pemahaman sempit tentang kampanye politik ini membuat semua partai
politik dan kontestan individu memfokuskan diri pada periode kampanye pemilu
belaka. Semua usaha, pendanaan, perhatian dan energi dan energi dipusatkan
untuk mempengaruhi dan memobilisasi pemilih menjelang pemilu.
Kampanye
hitam atau black campaign merupakan
salah satu bentuk kampanye pemilu. Dalam studi kasus pilkada DKI periode
2012-2015 , parktik kampanye hitam yang sempat menyudutkan posisi pasangan
Gubernur dan wakil gubernur DKI ini amat rentan ditemui menjelang masa-masa
pemilihan. Sebagai bagian dari strategi deversifikasi politik, (Firmanzah :
2007)
“image positif yang dimiliki kandidat dapat membantu
untuk meyakinkan pemilih bahwa janji serta harapan politik yang diberikan
benar-benar dimaksudkan untuk perbaikan bangsa dan negara, bukan untuk
kepentingan politis saja. Sementara itu, image
yang negatif akan semakin menyulitkan kandidat yang bersangkutan untuk
meyakinkan pemilih bahwa program kerja yang disampaikannya benar-benar demi
perbaikan kondisi masyarakat.”
Penggunaan media elektronik dalam menyebarkan informasi secara massive telah membuka peluang positif
dan negatif dalam stabilitas sosial. Terbentuknya UU No. 11 tahun 2008 tentang
informasi dan teknologi elektronik ini semata-mata bukan karena tanpa alasan,
melainkan akibat merebaknya kasus kejahatan di cyberspace yang memanfaatkan
media elektronik berupa internet untuk kepentingan kejahatan.
Kasus
Prita Laura yang terkenal dengan aksi penggalangan koin secara massal di media
jejaring sosial, penipuan kontes online dan jual-beli fiktif seringkali dialami
oleh sejumlah masyarakat pengguna internet. Hal ini mengindikasikan bahwa
keterbukaan akses media elektronik khususnya internet, bila tidak menggunakan sebuah sistem proteksi
akan sangat berbahaya bagi sekelompok individu bahkan negara. Bahaya yang
penulis maksudkan disini adalah, adanya penyebaran propaganda secara massive sehingga dapat membentuk opini publik yang
merugikan bagi korban (subjek yang disudutkan dalam proganda tersebut).
Dengan
adanya Undang-undangNo. 11 tahun 2008 ini, maka warga Indonesia telah dipayungi
secara legal dan formal dalam kegiatan aksesbilitas media internet, meskipun
pada kenyataannya hal ini belum dapat menjamin sepenuhnya tidak akan ada
kejahatan di dunia maya lagi. Sebagaimana yang tertera dalam Bab 1 Ketentuan
umum UU No. 11 tahun 2008, ruang lingkup pembahasan UU ini meliputi :
1.
Informasi
Elektronik
2.
Transaksi
Elektronik
3.
Teknologi Informasi
4.
Dokumen Elektronik
5.
Sistem Elektronik
6.
Penyelenggaraan
sistem elektronik
7.
Jaringan sistem
elektronik
8.
Agen elektronik
9.
Sertifikat
elektronik
10. Dst.
Pada ketentuan umum diatas, jelas bahwa UU No. 11 tahun 2008 tentang
informasi dan teknologi elektronik ini menangani secara rinci segala bentuk
transaksi dan perbuatan jurnalisme masyarakat khususnya yang mengandung muatan
hukum, atau pelanggaran ketentuan yang diberikan dan dapat berdampak merugikan
bagi masyarakat. Tak hanya kerugian finansial, tetapi juga penyalahgunaan nama
baik atau yang bersinggungan dengan nilai-nilai SARA (Suku, Ras dan Antar
golongan).
Ketentuan Black
campaign Menurut UU No. 11 Tahun 2008
Black
campaign atau kampanye hitam sebagaimana yang telah penulis jelaskan pada
bab sebelumnya, memiliki kaitan yang sangat erat dengan ketentuan yang telah
ditetapkan dalam UU No. 11 tahun 2008. Tindakan kampanye yang secara sengaja
menjatuhkan nama baik seorang figur tokoh masyarakat berkaitan dengan bab VII
tentang Perbuatan yang dilarang dalam undang-undang No. 11 tahun 2008 pasal 28
sebagai berikut :
“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa
hak untuk menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian
atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas
suku, ras, agama dan antar golongan (SARA).”
Pada studi kasus kampanye hitam yang
ditujukan pada pasangan Jokowi dan Ahok di pemilukada DKI periode 2012-2015
kemarin, kita dapat mengidentifikasi bahwa perbuatan yang mengilustrasikan image
negatif pasangan yang terdiri dari dua agama yang berbeda ini, seolah-olah
bukanlah kriteria ideal untuk menjadi pemimpin di daerah yang mayoritas
berpenduduk muslim. Hal ini selain akan menyinggung perasaan calon yang dituju
(Ahok), juga akan dikenai sanksi karena melanggar ketentuan dalam undang-undang
tentang informasi dan teknologi elektronik tahun 2008.
Mekanisme penyelesaian masalah
tersebut bila diinterpretasikan dari isi perundang-undangan yang dimaksud, akan
meliputi beberapa tahapan yakni sebagai berikut :
1.
Tindakan terbukti
telah melanggar ketentuan sesuai dengan perincian pada bab VII UU No. 11 tahun
2008 tentang “Perbuatan yang Dilanggar”.
2.
Menjalani Tahapan
penyelesaian masalah sesuai dengan ketentuan pada bab VIII UU No. 11 tahun 2008
tentang “Penyelesaian Sengketa”.
3.
Mendukung proses
penyelesaian sengketa berdasarkan peran baik sebagai pemerintah, maupun
masyarakat, bab IX UU No. 11 tahun 2008 tentang “Peran Pemerintah dan
Masyarakat”.
4.
Diproses ke tahapan
penyidikan bila telah terdapat bukti yang mengarah kepada tersangka, bab X UU
No. 11 tahun 2008 tentang “penyidikan”
5.
Menjalankan hukuman
sesuai dengan beratnya perbuatan hukum pada saat di pengadilan, dan diberikan
sanksi hukuman sesuai dengan bab XI UU No. 11 tahun 2008 tentang “Ketentuan Pidana”.
Kembali mengacu pada studi kasus yang penulis contohkan
sebelumnya, yakni tindakan Black campaign
yang dilakukan melalui media internet untuk menyudutkan pasangan Jokowi dan
Ahok pada pemilukada DKI periode 2012-2015, hal ini dapat dikategorikan sebagai
perbuatan melanggar etika hukum dalam memanfaatkan teknologi internet sebagai
media propaganda kampanye pemilu. Hal ini disebabkan oleh, kampanye hitam yang
berupa propaganda bermuatan SARA tidaklah dibenarkan dalam UU nomor 11 tahun
2008.
Selain video,
penulis mencoba merincikan beberapa bentuk kampanye hitam (Black campaign) yang ditujukan kepada Jokowi dan Ahok sebagai
berikut :
1.
Pemberitaan Tvone
yang mengangkat fenomena iklan-iklan yang menyinggung SARA di situs jejaring sosial
2.
Kampanye terlarang
yang dilakukan oleh tokoh masyarakat H. Rhoma Irama pada saat kajian majelis
taqlim di salah satu masjid di Jakarta, berusaha mempengaruhi masyarakat dengan
kekhawatiran kritenisasi di hadapan para media
massa yang pada saat itu sedang meliput aktivitas kajian tersebut.
3.
Pengelompokkan
ormas islam yang ikut menolak kehadiran Ahok sebagai calon wakil gubernur Jokowi
untuk DKI di saat setalah masa kampanye berakhir, menjelang masa tenang Pemilu.
Dengan
demikian, aktivitas kampanye hitam yang bersifat tertutup maupun terbuka pada
momentum Pilkada DKI periode 2012-2015 kemarin, selain bertentangan dengan
pasal 28 bab VIII UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan teknologi
elektronik karena telah menyebarkan informasi negatif yang menyinggung SARA,
juga dapat dikenai hukuman sebagai berikut :
“Setiap
Orang yang memenuhi
unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1)
atau ayat (2)
dipidana dengan pidana
penjara paling lama
6 (enam) tahun /atau denda
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
(Pasal 22 bab
X UU No. 11 tahun 2008 tentang Teknologi dan Informasi Elektronik)
Dalam
terminology politik dan pemilu, ada yang disebut sebagai kampanye hitam atau
black campaign. Istilah ini bukan berarti kampanye yang dilakukan malam hari,
atau kampanye yang dilakukan oleh orang berkulit hitam. Black Campaign, memang
istilah serapan dari bahasa asing (Inggris), yang mencirikan kesan negatif dari
makna kata tersebut.
Kejahatan
kampanye hitam sekarang ini tidak hanya sebatas tindak pidana politik saja,
melainkan juga kejahatan di media elektronik karena penyebarannya melalui media
cyber atau yang lebih dikenal dengan internet. Perubahan tarnsaksi kejahatan
ini tidak dapat dipungkiri seiring dengan semakin majunya aksesbilitas internet
di kalangan masyarakat. Maka dari itu kejahatan berbasis medi elektronik
saatini semakin marak terjadi di kalangan masyarakat.
Pemerintah
dalam hal ini tak hanya kunjung diam, melalui UU nomor 11 tahun 2008 tentang
Teknologi dan informasi elektronik hal ini dapat dijatuhi sanksi hukuman karena
melanggar beberapa ketentuan pasal undang-undang tersebut. Maka dari itu,
penulis telah mencoba menekankan beberapa tindakan yang dimaksud dengan
perbuatan yang melanggar dalam undang – undang ini.
Fenomena
Black campaign adalah salah satu dari
varian kejahatan bebasis media elektronik di cyber space. Diantaranya,
jurnalisme masyarakat pun juga seringkali merugikan pengguna akan ketidak
validan informasi yang diberikan. Di lain sisi, transaksi elektronik yang
sedang marak terjadi saat ini merupakan salah satu dari bentuk kejahatan media
elektronik yang juga diatur dalam legitimasi undang-undang Nomor 11 tahun 2008
sumber: http://filosofikopi20.blogspot.com/2013/01/etika-black-campaign-menurut-undang.html