Kamis, 26 Juni 2014

Etika Politik (black campaign)

Kampanye politik selama ini hanya dilihat sebagai suatu proses interaksi intensif dari partai politik kepada publik dari kurun waktu tertentu menjelang pemilihan umum. Dalam definisi ini,
 “kampanye politik adalah periode yang diberikan oleh panitia pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik maupun perseorangan, untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara kepada mereka sewaktu pencoblosan” (Lilleker & Negrine, 2000).
            Selama ini banyak kalangan yang hanya mengartikan kampanye politik sebagai kampanye pemilu. Pemahaman sempit tentang kampanye politik ini membuat semua partai politik dan kontestan individu memfokuskan diri pada periode kampanye pemilu belaka. Semua usaha, pendanaan, perhatian dan energi dan energi dipusatkan untuk mempengaruhi dan memobilisasi pemilih menjelang pemilu.
            Kampanye hitam atau black campaign  merupakan salah satu bentuk kampanye pemilu. Dalam studi kasus pilkada DKI periode 2012-2015 , parktik kampanye hitam yang sempat menyudutkan posisi pasangan Gubernur dan wakil gubernur DKI ini amat rentan ditemui menjelang masa-masa pemilihan. Sebagai bagian dari strategi deversifikasi politik, (Firmanzah : 2007)
image  positif yang dimiliki kandidat dapat membantu untuk meyakinkan pemilih bahwa janji serta harapan politik yang diberikan benar-benar dimaksudkan untuk perbaikan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan politis saja. Sementara itu, image yang negatif akan semakin menyulitkan kandidat yang bersangkutan untuk meyakinkan pemilih bahwa program kerja yang disampaikannya benar-benar demi perbaikan kondisi masyarakat.”
             Penggunaan media elektronik dalam menyebarkan informasi secara massive telah membuka peluang positif dan negatif dalam stabilitas sosial. Terbentuknya UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan teknologi elektronik ini semata-mata bukan karena tanpa alasan, melainkan akibat merebaknya kasus kejahatan di cyberspace  yang memanfaatkan media elektronik berupa internet untuk kepentingan kejahatan.
            Kasus Prita Laura yang terkenal dengan aksi penggalangan koin secara massal di media jejaring sosial, penipuan kontes online dan jual-beli fiktif seringkali dialami oleh sejumlah masyarakat pengguna internet. Hal ini mengindikasikan bahwa keterbukaan akses media elektronik khususnya internet,  bila tidak menggunakan sebuah sistem proteksi akan sangat berbahaya bagi sekelompok individu bahkan negara. Bahaya yang penulis maksudkan disini adalah, adanya penyebaran propaganda secara massive  sehingga dapat membentuk opini publik yang merugikan bagi korban (subjek yang disudutkan dalam proganda tersebut).
            Dengan adanya Undang-undangNo. 11 tahun 2008 ini, maka warga Indonesia telah dipayungi secara legal dan formal dalam kegiatan aksesbilitas media internet, meskipun pada kenyataannya hal ini belum dapat menjamin sepenuhnya tidak akan ada kejahatan di dunia maya lagi. Sebagaimana yang tertera dalam Bab 1 Ketentuan umum UU No. 11 tahun 2008, ruang lingkup pembahasan UU ini meliputi :
1.      Informasi Elektronik
2.      Transaksi Elektronik
3.      Teknologi Informasi
4.      Dokumen Elektronik
5.      Sistem Elektronik
6.      Penyelenggaraan sistem elektronik
7.      Jaringan sistem elektronik
8.      Agen elektronik
9.      Sertifikat elektronik
10.  Dst.
Pada ketentuan umum diatas, jelas bahwa UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan teknologi elektronik ini menangani secara rinci segala bentuk transaksi dan perbuatan jurnalisme masyarakat khususnya yang mengandung muatan hukum, atau pelanggaran ketentuan yang diberikan dan dapat berdampak merugikan bagi masyarakat. Tak hanya kerugian finansial, tetapi juga penyalahgunaan nama baik atau yang bersinggungan dengan nilai-nilai SARA (Suku, Ras dan Antar golongan).
  Ketentuan Black campaign Menurut UU No. 11 Tahun 2008
            Black campaign atau kampanye hitam sebagaimana yang telah penulis jelaskan pada bab sebelumnya, memiliki kaitan yang sangat erat dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam UU No. 11 tahun 2008. Tindakan kampanye yang secara sengaja menjatuhkan nama baik seorang figur tokoh masyarakat berkaitan dengan bab VII tentang Perbuatan yang dilarang dalam undang-undang No. 11 tahun 2008 pasal 28 sebagai berikut :
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak untuk menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, ras, agama dan antar golongan (SARA).”
            Pada studi kasus kampanye hitam yang ditujukan pada pasangan Jokowi dan Ahok di pemilukada DKI periode 2012-2015 kemarin, kita dapat mengidentifikasi bahwa perbuatan yang mengilustrasikan image negatif pasangan yang terdiri dari dua agama yang berbeda ini, seolah-olah bukanlah kriteria ideal untuk menjadi pemimpin di daerah yang mayoritas berpenduduk muslim. Hal ini selain akan menyinggung perasaan calon yang dituju (Ahok), juga akan dikenai sanksi karena melanggar ketentuan dalam undang-undang tentang informasi dan teknologi elektronik tahun 2008.
            Mekanisme penyelesaian masalah tersebut bila diinterpretasikan dari isi perundang-undangan yang dimaksud, akan meliputi beberapa tahapan yakni sebagai berikut :
1.      Tindakan terbukti telah melanggar ketentuan sesuai dengan perincian pada bab VII UU No. 11 tahun 2008 tentang “Perbuatan yang Dilanggar”.
2.      Menjalani Tahapan penyelesaian masalah sesuai dengan ketentuan pada bab VIII UU No. 11 tahun 2008 tentang “Penyelesaian Sengketa”.
3.      Mendukung proses penyelesaian sengketa berdasarkan peran baik sebagai pemerintah, maupun masyarakat, bab IX UU No. 11 tahun 2008 tentang “Peran Pemerintah dan Masyarakat”.
4.      Diproses ke tahapan penyidikan bila telah terdapat bukti yang mengarah kepada tersangka, bab X UU No. 11 tahun 2008 tentang “penyidikan”
5.      Menjalankan hukuman sesuai dengan beratnya perbuatan hukum pada saat di pengadilan, dan diberikan sanksi hukuman sesuai dengan bab XI UU No. 11 tahun 2008 tentang “Ketentuan Pidana”.
Kembali mengacu pada studi kasus yang penulis contohkan sebelumnya, yakni tindakan Black campaign yang dilakukan melalui media internet untuk menyudutkan pasangan Jokowi dan Ahok pada pemilukada DKI periode 2012-2015, hal ini dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar etika hukum dalam memanfaatkan teknologi internet sebagai media propaganda kampanye pemilu. Hal ini disebabkan oleh, kampanye hitam yang berupa propaganda bermuatan SARA tidaklah dibenarkan dalam UU nomor 11 tahun 2008.
Selain video, penulis mencoba merincikan beberapa bentuk kampanye hitam (Black campaign) yang ditujukan kepada Jokowi dan Ahok sebagai berikut :
1.      Pemberitaan Tvone yang mengangkat fenomena iklan-iklan yang menyinggung SARA di situs jejaring sosial
2.      Kampanye terlarang yang dilakukan oleh tokoh masyarakat H. Rhoma Irama pada saat kajian majelis taqlim di salah satu masjid di Jakarta, berusaha mempengaruhi masyarakat dengan kekhawatiran kritenisasi di hadapan para media massa yang pada saat itu sedang meliput aktivitas kajian tersebut.
3.      Pengelompokkan ormas islam yang ikut menolak kehadiran Ahok sebagai calon wakil gubernur Jokowi untuk DKI di saat setalah masa kampanye berakhir, menjelang masa tenang Pemilu.
Dengan demikian, aktivitas kampanye hitam yang bersifat tertutup maupun terbuka pada momentum Pilkada DKI periode 2012-2015 kemarin, selain bertentangan dengan pasal 28 bab VIII UU No. 11 tahun 2008 tentang informasi dan teknologi elektronik karena telah menyebarkan informasi negatif yang menyinggung SARA, juga dapat dikenai hukuman sebagai berikut :
Setiap   Orang   yang   memenuhi   unsur   sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 28  ayat  (1)  atau  ayat  (2)  dipidana dengan   pidana   penjara   paling   lama   6   (enam)   tahun /atau   denda  paling  banyak   Rp1.000.000.000,00   (satu miliar rupiah).”
(Pasal 22 bab X UU No. 11 tahun 2008 tentang Teknologi dan Informasi Elektronik)
 
Dalam terminology politik dan pemilu, ada yang disebut sebagai kampanye hitam atau black campaign. Istilah ini bukan berarti kampanye yang dilakukan malam hari, atau kampanye yang dilakukan oleh orang berkulit hitam. Black Campaign, memang istilah serapan dari bahasa asing (Inggris), yang mencirikan kesan negatif dari makna kata tersebut.
Kejahatan kampanye hitam sekarang ini tidak hanya sebatas tindak pidana politik saja, melainkan juga kejahatan di media elektronik karena penyebarannya melalui media cyber atau yang lebih dikenal dengan internet. Perubahan tarnsaksi kejahatan ini tidak dapat dipungkiri seiring dengan semakin majunya aksesbilitas internet di kalangan masyarakat. Maka dari itu kejahatan berbasis medi elektronik saatini semakin marak terjadi di kalangan masyarakat.
Pemerintah dalam hal ini tak hanya kunjung diam, melalui UU nomor 11 tahun 2008 tentang Teknologi dan informasi elektronik hal ini dapat dijatuhi sanksi hukuman karena melanggar beberapa ketentuan pasal undang-undang tersebut. Maka dari itu, penulis telah mencoba menekankan beberapa tindakan yang dimaksud dengan perbuatan yang melanggar dalam undang – undang ini.
Fenomena Black campaign  adalah salah satu dari varian kejahatan bebasis media elektronik di cyber space. Diantaranya, jurnalisme masyarakat pun juga seringkali merugikan pengguna akan ketidak validan informasi yang diberikan. Di lain sisi, transaksi elektronik yang sedang marak terjadi saat ini merupakan salah satu dari bentuk kejahatan media elektronik yang juga diatur dalam legitimasi undang-undang Nomor 11 tahun 2008
  sumber: http://filosofikopi20.blogspot.com/2013/01/etika-black-campaign-menurut-undang.html